Sekitar sehari dua hari terlewat begitu saya membaca peristiwa perampokan di Taksi itu. Lalu pada tanggal 1 November 2012, saya buru-buru pergi ke wisuda teman saya di Kemayoran, waktu itu saya berangakt dari kosan di Rawamangun. Deket dong ya, tapi karena terburu-buru, saya naik taksi dari jalan Balap Sepeda yang ramai di siang hari.
Gambar dari : http://pinterest.com/pin/201395414555991441/ |
Tapi pas saya cocokkan foto yang ada di kartu identitas itu dengan muka pak supir, bener sama kok. Nggak tahu namanya bener apa nggak. Saya belum bertanya karena pak supir taksi itu bilang "Lewat tol aja ya, Dek. Lebih cepet nyampe nya kan," saya yang sedang gugup mengiyakan sambil menyembunyikan nada gemetar dalam suara saya. Lalu, dengan keberanian yang dipaksakan, saya bertanya.
"Pak, nomor pintunya berapa ya?" Si supir melihat saya curiga dari kaca spion tengah, saya mengambil handphone dan bersiap untuk mengetweet nomor pintu taksi tersebut, untuk jaga-jaga. "Emang kenapa, Dek?" kata supir itu dengan nada menyelidik dan memperhatikan jemari saya yang mulai menekan tuts handphone.
"Ya nggak apa-apa, Pak. Biasanya kan ada nomor pintunya, tapi ini kok nggak ada. Emang gak boleh nanya," saya berusaha untuk tetap temang agar si supir tidak melakukan hal-hal ngeri lainnya, seperti mengunci mati saya di dalam, misalnya. "2237, Dek. Emang tadinya ada nomor pintu tapi udah ngelupas, maklum mobil tua. Mau diapain emangnya dek? Wah jangan disebar kemana-mana ya, ntar bapak jadi nggak enak," ucapnya dengan pandangan beralih-alih antara jalanan dan saya. "huruf depannya apa, Pak? Kan biasanya ada huruf depannya," kata saya tak puas. "B, Dek," katanya dengan tatapan ingin tahu pada saya. "B apa pak? Kan biasanya ada dua huruf di depannya," ujar saya yang mulai mencium aroma tidak beres. "BB. BB 2237, Dek. Wah mau diapain itu nomor?" katanya dengan nada tegas".
Gambar dari : http://pinterest.com/pin/13581236346403481/ |
Akhirnya saya memakai cara lama, saya berpura-pura menelepon teman saya dan minta diturunkan di depan kampus. Cara lama, tapi manjur. Dan dengan penuh enggan, pak supir itu meloloskan saya untuk keluar dari taksi walau masih memandangi saya dengan tatapan curiga. Bodo amat, yang penting udah kelaur dari taksi. Daripada dirampok dan ludes seludes-ludesnya.
Begitu saya keluar, saya langsung mencari taksi Blue Bird. Pikir saya, nggak apa-apa argo mahal, yang penting aman. Apalah arti uang seratus ribu untu bayar taksi daripada dirampok berjuta-juta lantaran ambil taksi abal-abal.
Nah, ini jadi pelajaran juga nih. Kalo mau naik taksi apapun, pastikan kamu lihat nomor pintunya, cocokkan identitas supir dengan si supir sendiri, hubungi seseorang untuk mengontrol kamu sampai pada waktunya di tempat tujuan, dan kalau udah parno banget, minta si supir untuk membuka bagasi dan memperlihatkan isinya pada kamu. Mendingan aman deh sampe tujuan. Moga semuanya baik-baika aja ya berkendara dengan Taksi :D